Fanfiction : Watashi to Onii-chan to Senpai Chapter 3




Seijuurou

Entah kenapa Aku tidak bisa melupakan wajah itu. wajah yang terlihat tenang dan damai. Rambutnya yang bergerak pelan tertiup angin musim semi, matanya yang hanya fokus pada satu arah dan tidak tertarik dengan keadaan sekitarnya.
Bibirku mengembangkan senyum tipis, baru kali ini ada gadis yang membuatku merasa tertarik pada wanita.
Aku juga ingat kejadian tadi pagi, sementara para siswi diam di tempat dan berteriak tidak jelas dan sangat mengganggu, dia memilih untuk menghindar dan tidak ikut-ikutan.
Dia gadis yang menarik.
“Ada apa tuan muda? Tumben sekali melihat anda tersenyum seperti ini” Aku tersentak kaget. Perkataan Shinji-san membuatku kembali ke dunia nyata.
Aku bisa melihat dia tersenyum dari balik kaca, “Apa ada sesuatu yang menyenangkan hari ini?”.
“Hemm...tidak juga” jawabku kalem.
“Begitu ya. Jarang sekali melihat tuan muda tersenyum senang. Apa karena seorang gadis?” tanyanya lagi.
“A-ah tidak kok” Aku mencoba untuk tenang.
Dia tertawa renyah, “Tidak usah menutupinya, saya tahu sifat tuan muda. Karena saya sudah lama bersama anda. Jadi saya bisa tahu apa yang membuat anda senang dan apa yang membuat anda sedih”.
Jawabannya Shinji-san memang benar. Dia sudah lama bekerja sebagai sopir pribadiku. Hanya dia yang selalu mengerti tentangku. Biasanya dialah yang menghiburku kalau Aku lagi kesal dan sedih. Shinji-san bagaikan seorang kakek bagiku.
Aku tersenyum tipis “Hanya seorang gadis kutu buku” jawabku malu-malu.
Dia kembali tertawa pelan, “Wah wah, ini pertama kalinya anda menyukai seorang gadis. Biasanya anda terlihat tidak senang bertemu dengan seorang gadis yang dipilihkan oleh tuan”.
Aku cemberut mendengarnya. Bukan apa-apa, Aku paling tidak suka kalau Shinji-san mengungkit masalah gadis-gadis berhati serigala itu. “Karena gadis-gadis itu hanya mengagumi ketampanan dan menginginkan kekayaan saja”.
“Begitu ya” hanya itu tanggapan pria berusia 50 tahun itu.
“Apa dia berbeda dengan gadis-gadis lain yang menjadikan tuan muda tertarik padanya?” tanyanya lagi.
Aku menyeringai “Dia sangat berbeda, Shinji-san”.
Sopirku itu tidak merespont dan kami kembali diam dalam keheningan.
Sesampainya didepan rumah, Shinji-san membukakan pintu mobil dan mempersilahkanku untuk keluar. Sebelum pergi Aku tidak lupa ‘berterima kasih’ padanya.
“Selamat datang, tuan muda” itulah kalimat yang selalu ku dengar setiap kali masuk rumah.
“Apa Ayah sudah pulang” tanyaku pada salah satu pelayan wanita.
“Tuan belum pulang, mungkin akan pulang terlambat lagi seperti kemarin” jawabnya sopan.
Aku langsung melangkahkan kakiku menaiki anak tangga dan segera menuju kamarku. Sesampainya di dalam, Aku langsung membaringkan tubuhku di kasur. Tidak peduli tasku yang ditaruh sembarang dan sepatu yang ku lempar sembarang.
Jujur saja, sebenarnya hidupku itu sangatlah membosankan. Walaupun hidup dalam keadaan yang sangat mewah tapi Aku kesepian. Walaupun rumah ini luas dan memiliki penghuni, tapi rasanya seperti di dalam sangkar dan sendirian.
Sora jarang sekali ingin berkunjung kalau bukan karena acara makan malam bersama, kecuali keadaan mendesak (pekerjaan osis dan kabur dari rumah). Sedangkan teman-teman yang lain pada minder untuk berkunjung.
Aku ingin ada orang yang sering berkunjung ke sini, salah satunya adalah dia. Bukannya gadis-gadis pilihan Ayah yang paling menyebalkan seumur hidup.
“Konnichiwa Shirogane-kun”
Ya ampun, Aku membayangkan dia memanggilku seperti itu. tapi kalau di ingat lagi, dia sekilas terlihat seperti Sora. Apa gadis itu memang adiknya? Entahlah, tapi mungkin saja benar.
Mungkin Sora juga tidak mengenalinya kalau pun dia itu adiknya. Kalau tidak salah, mereka sudah terpisah selama sepuluh tahun.
Aku mungkin tidak bisa merasakan perasaan Sora saat itu. Dulu saat pertama kali bertemu dengannya kami tampak mirip, tidak pernah tersenyum, muka datar tanpa ekspresi dan pandangan tampak kosong.
Sekarang pun Sora masih seperti itu, muka datar, selalu bad mood dan tidak peduli dengan orang lain. Mungkin kalau dia bertemu dengan adiknya lagi, kebiasaannya akan berubah. Kalau gadis itu benar-benar adiknya, peluangku untuk mendapatkannya sangat besar. Itupun kalau Sora mau Aku memiliki adiknya.
“Tuan muda, makan malamnya sudah siap” ucap salah satu pelayan dari balik pintu. Jantungku hampir copot gara-gara dia. Bisakah dia mengetuk pintu dulu sebelum berbicara.
“Aku akan kesana setelah mandi” jawabku malas.
“Baiklah tuan, saya permisi” langkah kakinya semakin lama semakin tidak terdengar lagi.
Ya ampun, Aku ini kebanyakan pikiran atau kebanyakan menghayal sih sampai-sampai lupa kalau sudah jam 8 malam. Aku segera beranjak dari tempat tidur menuju kamar mandi.
Gadis itu....
Aku tersenyum tipis “Sebenarnya siapa dia? Aku ingin tahu siapa namanya”.
.
. 
to be continue

0 komentar:

Posting Komentar