Seijuurou
Entah kenapa Aku tidak bisa melupakan
wajah itu. wajah yang terlihat tenang dan damai. Rambutnya yang bergerak pelan
tertiup angin musim semi, matanya yang hanya fokus pada satu arah dan tidak
tertarik dengan keadaan sekitarnya.
Bibirku mengembangkan senyum
tipis, baru kali ini ada gadis yang membuatku merasa tertarik pada wanita.
Aku juga ingat kejadian tadi
pagi, sementara para siswi diam di tempat dan berteriak tidak jelas dan sangat
mengganggu, dia memilih untuk menghindar dan tidak ikut-ikutan.
Dia gadis yang menarik.
“Ada apa tuan muda? Tumben
sekali melihat anda tersenyum seperti ini” Aku tersentak kaget. Perkataan Shinji-san
membuatku kembali ke dunia nyata.
Aku bisa melihat dia
tersenyum dari balik kaca, “Apa ada sesuatu yang menyenangkan hari ini?”.
“Hemm...tidak juga” jawabku
kalem.
“Begitu ya. Jarang sekali
melihat tuan muda tersenyum senang. Apa karena seorang gadis?” tanyanya lagi.
“A-ah tidak kok” Aku mencoba
untuk tenang.
Dia tertawa renyah, “Tidak
usah menutupinya, saya tahu sifat tuan muda. Karena saya sudah lama bersama
anda. Jadi saya bisa tahu apa yang membuat anda senang dan apa yang membuat
anda sedih”.
Jawabannya Shinji-san memang
benar. Dia sudah lama bekerja sebagai sopir pribadiku. Hanya dia yang selalu
mengerti tentangku. Biasanya dialah yang menghiburku kalau Aku lagi kesal dan
sedih. Shinji-san bagaikan seorang kakek bagiku.
Aku tersenyum tipis “Hanya
seorang gadis kutu buku” jawabku malu-malu.
Dia kembali tertawa pelan, “Wah
wah, ini pertama kalinya anda menyukai seorang gadis. Biasanya anda terlihat
tidak senang bertemu dengan seorang gadis yang dipilihkan oleh tuan”.
Aku cemberut mendengarnya.
Bukan apa-apa, Aku paling tidak suka kalau Shinji-san mengungkit masalah
gadis-gadis berhati serigala itu. “Karena gadis-gadis itu hanya mengagumi
ketampanan dan menginginkan kekayaan saja”.
“Begitu ya” hanya itu
tanggapan pria berusia 50 tahun itu.
“Apa dia berbeda dengan
gadis-gadis lain yang menjadikan tuan muda tertarik padanya?” tanyanya lagi.
Aku menyeringai “Dia sangat
berbeda, Shinji-san”.
Sopirku itu tidak merespont
dan kami kembali diam dalam keheningan.
Sesampainya didepan rumah,
Shinji-san membukakan pintu mobil dan mempersilahkanku untuk keluar. Sebelum
pergi Aku tidak lupa ‘berterima kasih’ padanya.
“Selamat datang, tuan muda”
itulah kalimat yang selalu ku dengar setiap kali masuk rumah.
“Apa Ayah sudah pulang”
tanyaku pada salah satu pelayan wanita.
“Tuan belum pulang, mungkin
akan pulang terlambat lagi seperti kemarin” jawabnya sopan.
Aku langsung melangkahkan
kakiku menaiki anak tangga dan segera menuju kamarku. Sesampainya di dalam, Aku
langsung membaringkan tubuhku di kasur. Tidak peduli tasku yang ditaruh
sembarang dan sepatu yang ku lempar sembarang.
Jujur saja, sebenarnya
hidupku itu sangatlah membosankan. Walaupun hidup dalam keadaan yang sangat
mewah tapi Aku kesepian. Walaupun rumah ini luas dan memiliki penghuni, tapi
rasanya seperti di dalam sangkar dan sendirian.
Sora jarang sekali ingin
berkunjung kalau bukan karena acara makan malam bersama, kecuali keadaan
mendesak (pekerjaan osis dan kabur dari rumah). Sedangkan teman-teman yang lain
pada minder untuk berkunjung.
Aku ingin ada orang yang
sering berkunjung ke sini, salah satunya adalah dia. Bukannya gadis-gadis
pilihan Ayah yang paling menyebalkan seumur hidup.
“Konnichiwa Shirogane-kun”
Ya ampun, Aku membayangkan
dia memanggilku seperti itu. tapi kalau di ingat lagi, dia sekilas terlihat
seperti Sora. Apa gadis itu memang adiknya? Entahlah, tapi mungkin saja benar.
Mungkin Sora juga tidak
mengenalinya kalau pun dia itu adiknya. Kalau tidak salah, mereka sudah
terpisah selama sepuluh tahun.
Aku mungkin tidak bisa
merasakan perasaan Sora saat itu. Dulu saat pertama kali bertemu dengannya kami
tampak mirip, tidak pernah tersenyum, muka datar tanpa ekspresi dan pandangan
tampak kosong.
Sekarang pun Sora masih
seperti itu, muka datar, selalu bad mood dan tidak peduli dengan orang lain.
Mungkin kalau dia bertemu dengan adiknya lagi, kebiasaannya akan berubah. Kalau
gadis itu benar-benar adiknya, peluangku untuk mendapatkannya sangat besar.
Itupun kalau Sora mau Aku memiliki adiknya.
“Tuan muda, makan malamnya
sudah siap” ucap salah satu pelayan dari balik pintu. Jantungku hampir copot
gara-gara dia. Bisakah dia mengetuk pintu dulu sebelum berbicara.
“Aku akan kesana setelah
mandi” jawabku malas.
“Baiklah tuan, saya permisi”
langkah kakinya semakin lama semakin tidak terdengar lagi.
Ya ampun, Aku ini kebanyakan
pikiran atau kebanyakan menghayal sih sampai-sampai lupa kalau sudah jam 8
malam. Aku segera beranjak dari tempat tidur menuju kamar mandi.
Gadis itu....
Aku tersenyum tipis
“Sebenarnya siapa dia? Aku ingin tahu siapa namanya”.
.
.
to be continue
0 komentar:
Posting Komentar