Soraru
Aku ini sebenarnya kelewat
bodoh atau apa sih. Setelah beberapa hari mencarinya di area sekolah dan
akhirnya menemukannya, Aku malah menanyakan hal yang tidak bermutu seperti itu.
Apa sekarang Aku sudah ketularan Sei yang suka memaksa dan mengintrogasi orang
lain. Oh jangan sampai.
Aku benar-benar merutuki
diriku sendiri. Mungkin Aku juga perlu mengutuk agar Sei benar-benar menjadi
batu sekalian. Tega banget ya.
Gadis itu masih menatapku
ketakutan. Sei, kau harus tanggung jawab.
“N-natsuki” ucapnya gugup.
“Natsuki Iori” jawabnya lagi.
Aku hanya diam, tentu saja
Aku mengetahui nama itu. Tapi bukan itu yang Aku inginkan. Aku ingin dia
menggunakan nama yang ‘lain’.
Ku pindahkan tangan kananku
dari samping kepalanya, mungkin itu juga tadi membuat Iori tertekan.
“Bukan....”
“Ternyata kamu bukan orang
yang ku cari” kalimat itu keluar begitu saja dari mulutku.
Mata Iori memancarkan bahwa
dia tidak percaya dengan apa yang baru saja di dengarnya.
“Sora-nii”
Aku mundur beberapa langkah, “Onii-chan”
panggilnya pelan dan mulai maju mendekatiku.
“Jangan mendekat” bentakku,
Iori berhenti melangkah.
“Jangan mendekatiku” ucapku
lagi.
Aku benar-benar frustasi saat
ini. Sebenarnya Aku mengakuinya sebagai adik kandungku, tapi ‘nama’ itu. ‘nama’
itu yang membuatku tidak menyukainya. Aku ingin dia memanggil dirinya dengan
‘nama’ yang sama denganku.
Aku sangat ingin memeluknya,
tapi ‘nama’ itu menjadi pemicunya. Kami berdua sekarang hanyalah seperti orang
asing. Tidak mungkin Aku memeluk orang yang bukan merupakan keluarga ku.
“Ternyata benar....” APA?
“Onii-chan sudah lupa
denganku” ucapnya sendu.
Bukan, bukan kalimat itu yang
ku inginkan darinya.
“Aku selalu berharap ingin
bertemu dengan Onii-chan lagi setelah perceraian itu, tapi Okaa-san melarangnya
karena Otou-san tidak akan mengizinkanku menemuimu” ungkapnya.
“Kalau Aku memaksa ingin
bertemu, Okaa-san hanya bisa terdiam tidak berdaya”.
Apa Otou-san setega itu sama
anaknya sendiri?
“Aku sering menghubungi
telpon rumah, tapi Yoshimura-san selalu bilang Sora-nii tidak ada dirumah”.
Setelah perceraian Okaa-san
dan Otou-san, Aku selalu ada di rumah, tepatnya mengurung diri dikamar.
“T-tapi pernah Otou-san yang
menerima telponku, dan dia sangat marah padaku. Sejak saat itu, Aku tidak
pernah bisa lagi menghubungi telpon rumah lagi”.
Ternyata karena itu
Yoshimura-san mencabut kabel telpon dan menggantinya dengan telpon yang baru.
Iori mengusap air matanya
yang mulai menetes. “setelah sekian lama, Aku benar-benar bertemu dengan
Onii-chan lagi”.
Dia tersenyum kearahku “Aku
benar-benar merasa senang, tapi Aku mengurungkan niatku untuk menemuimu karena
nanti Otou-san akan marah-marah lagi”.
Aku mulai geram, jangan sebut
lagi nama orang tua yang membuat kedua anaknya menderita. “Ini tidak ada
hubungannya dengan Otou-san” teriakku.
Iori tersentak kaget, “T-tapi....”
“Apa semua ini karena
Otou-san? Apa semua kejadian ini karena Otou-san? Apa perpisahan itu karena
Otou-san, heh?”
Kekesalanku tidak bisa
terbendung lagi. Semuanya keluar seperti tertiup angin, semua kekesalanku keluar
begitu saja.
Iori yang tidak bisa
membendung air matanya akhirnya menangis juga “B-bukan, itu semua kesalahanku”.
“Ini bukan kesalahan Otou-san
tapi kesalahanku”.
“ Semua ini salahku”
Aku ingat, Iori selalu
menangis dan berkata pertengkaran orang tua kami karena dia.
“Aku tidak bisa melakukan
apa-apa dan hanya bisa membuat Otou-san kecewa”.
Otou-san memang mendidik kami
berdua dengan keras. Semua harus berjalan sesuai rencananya dan tidak boleh ada
kesalahan sedikit pun. Tapi, Iori adalah anak yang lemah dan tidak bisa
melakukan apa-apa sesuai keinginan Otou-san. Walaupun belajar setiap hari, Iori
tidak bisa menguasai sesuatu, kecuali dalam hal akademik. Nilainya selalu
memuaskan, tapi kalau nilai ekskul musik dia tidak bisa berbuat banyak.
Itu sebabnya Otou-san seperti
tidak mengakui Iori sebagai anaknya. Menurutnya anak dari keluarga Natsume
harus bisa segalanya dan perfect dalam segala aspek termasuk musik.
“Dia bukanlah anggota keluarga Natsume” Aku selalu ingat Otou-san
berkata seperti itu kalau Okaa-san membela Iori.
“Aku anak yang tidak berguna”
isaknya.
“Dasar anak tidak berguna”.
Melihatnya menangis sekarang
ini membawaku ke kenangan masa lalu, dulu Iori juga selalu menangis seperti ini
setiap hari.
Aku maju mendekatinya, hatiku
ingin sekali menghentikan tangisan itu. Tapi....
“I-iori” dia tidak menjawab.
Tangannya masih di tangkupkan
di wajahnya, bahunya sedikit bergetar naik turun.
“Iori....”
Aku menggerakkan tangganku
yang gemetar, apa hanya gara-gara sebuah ‘nama’ Aku bertingkah seperti ini. Oh,
Kami-sama ada apa denganku, Aku merasa bersalah telah membuat adikku yang
sangat berharga menangis.
“Onii-chan”
Dengan respont otak yang
menggerakkan otot hanya beberapa milidetik, akhirnya Aku bisa melakukannya. Ku
peluk erat tubuhnya dan meletakan kepalaku di pundaknya.
“Maaf ” hanya itu yang bisa
terucap dari mulutku.
Mataku mulai terasa panas,
mungkin air terjun itu akan tumpah sebentar lagi.
“Ku mohon jangan menangis
lagi” isakku.
Dia mulai terasa tenang
karena gerakan bahunya yang naik turun mulai tidak terasa lagi. Iori juga
membiarkanku memeluknya sampai hatiku merasa tenang.
.
.
to be continue
0 komentar:
Posting Komentar