Fanfiction Kuroko no basuke : メモリ (Memories) chapter 2



Tatapan itu tidak pernah ku jumpai sebelumnya
Tatapan penuh intimidasi
Penuh selidik
Dan mungkin berbahaya
Apa aku bisa keluar dari semua ini

メモリ (Memories)
.
Inspirasi dari berbagai sumber
Kuroko no Basuke hanyalah milik Tadatoshi Fujimaki
Rating: T
Warning: OOC, typo, supranatural, friendship/romance, dll
Don’t like don’t read
Enjoy!

Normal POV

“kau....bisa melihatku?”
Reika sangat terkejut, padahal dia sudah yakin tidak akan ketahuan oleh para yourei saat memperhatikan mereka dan menyembunyikan kenyataan bahwa dia bisa melihat mereka.
Manik merah-emasnya terus menatap Reika dengan penuh selidik.
“b-bagaimana ini” batin Reika, dia melihat sekeliling. Tapi sang yourei terus saja memperhatikannya.
“Aku harus kabur” Dia mundur beberapa langkah, dan langsung melarikan diri dari yourei itu.
Sang yourei hanya menatap kepergian gadis itu, kemudian sebuah seringai menghiasi bibirnya “ gadis yang menarik”.

Reika POV

Aku terus berlari menuju rumahku, tidak memperdulikan orang-orang yang kesal karena telah ku tabrak. Yang sekarang ku pikirkan hanyalah jangan-pernah-bertemu-dengannya-lagi.
-skip time-
Aku hanya berbaring di tempat tidurku. Tidak bisa tidur? Ya itulah alasannya.
Tatapan penuh intimidasi itu terus menyeruak dipikiranku. Walaupun tatapan yourei itu hanyalah tatapan kosong belaka.
 “apa semua yourei mempunyai tatapan seperti itu” pikirku.
“memang awalnya hanya tatapan kosong, tapi setelah menyadariku tatapan itu langsung berubah”.
“tapi dia tadi tidak menyerangku, bukannya yourei akan menyrang saat merasa terancam kalau manusia bisa melihatnya”.
Aku terus berpikir banyak hal, dan kembali teringat tatapan itu.
“apa dia kesepian?”.

Normal POV

Karna pertemuan itu, Reika banyak berpikir. Mungkin tidak semua yourei itu jahat.
“sudah jam berapa ini” dia menengok jam dinding dan “JAM 4 PAGI”.
Pada akhirnya karena terlalu banyak berpikir, dia tidak tidur semalaman.
-skip time-
“umm....Shikakucchi, kantung matamu semakin lama semakin besar ssu” komentar Kise saat jam istirahat.
“diamlah, Kise-kun, jangan berisik” desisnya sangar, mencoba tidur beberapa menit sebelum jam pelajaran dimulai kembali.
“hiiii Shikakucchi ketularan Aominecchi”
“jangan menyamakanku dengan orang lain” sergah Aomine memukul kepala Kise dengan majalah Mai-chan kesayangannya
“Aominecchi hidoii ssu”
Kerena merasa terganggu, Reika memilih keluar. Meninggalkan Aomine dan Kise yang masih saja ribut seperti biasa.
“ya ampun tidak musim semi, musim panas pun mereka itu selalu saja berisik” Reika memilih berjalan ke atap sekolah dari pada mendengarkan rengekan Kise dan kemarahan a.k.a aungan Aomine.
Saat Reika sedang berjalan, tak sengaja dia melihat seorang yourei di dekat jalan menuju kamar mandi anak perempuan. Memang sih kamar mandi perempuan terletak di ujung koridor dan banyak siswa yang bilang tempat itu angker.
Reika memilih untuk pura-pura tidak melihatnya dan terus berjalan menuju atap sekolah. Yourei yang Reika lihat adalah sosok perempuan berambut hitam panjang, bercak darah menghiasi baju kusutnya dan seutas tali tambang melilit lehernya dengan sangat erat.
“menakutkan” pikirnya. Dia masih berdebar-debar saat melihat yourei. Takut? Ya itulah alasannya. Walaupun sering melihat yourei sejak kecil tapi tetap saja itu adalah hal yang menakutkan.

Reika POV

“syukurlah dia tidak melihatku” legaku.
“Shika-chan sedang apa di sini” tegur seseorang di belakangku.
Aku menoleh dan mendapati Momoi tengah menatapku bingung.
“ah, Momoi-san...tidak kok. Hanya ingin mencari tempat yang tenang” jawabku berusaha setenang mungkin.
“oh begitu” Momoi berjalan mendahuluiku. Kami duduk di sudut atap, merasakan nyamannya angin yang bergerak pelan menerpa kami berdua.
“pasti Ki-chan dan Dai-chan bertengkar lagi ya” tebak Momoi membuka bekal makanannya.
Aku menarik napas panjang “ya begitulah”.
Momoi hanya terkekeh pelan lalu memakan bentonya. “Shika-chan mau” tawarnya.
Aku melihat bento yang di bawa Momoi, dan “m-makanan apa itu” batinku.
“M-momoi-san itu apa ya” tanyaku agak takut. Mau makan takut mati duluan.
“oh ini, ini ebi katsu. Kau mau” melihat ebi-katsu itu saja sudah ingin membuatku muntah apa lagi memakannya. Ebi-katsu yang biasanya berwarna kuning keemasan sekarang berwana coklat kehitaman a.k.a kelebihan gosong.
“t-tidak usah Momoi-san, Aku sudah kenyang” tolakku halus. Dari pada keracunan lebih baik menolaknya.
“umm....tadi Tetsu-kun juga menolaknya” cibirnya kesal dan merasa sedih.
Aku hanya tersenyum simpul, mungkin Kuroko-kun kabur dengan mistdirectionnya sebelum keracuanan makanan Momoi.
-skip time-
Aku pulang jam 5 sore lagi, “kenapa harus ada pentas di festival sekolah sih” gerutuku. Merutuki ekskul musik yang akan mengadakan pentas di festival musim panas ini dan memaki-maki Senpai yang menyuruhku memainkan piano pada festival nanti.
Aku kembali melewati jalan dimana Aku kemarin bertemu dengan si yourei bersurai merah dan berharap tidak bertemu lagi dengannya.

Normal POV

Reika berjalan seperti biasa, walaupun begitu ada perasaan takut kalau-kalau sang yourei melihatnya. Saat melewati jalan dia menengok tepat saat waktu sang yourei melihatnya kemarin.
“ternyata tidak ada” perasaan Reika sedikit lega karena tidak melihat sang yourei disana dan memilih kembali berjalan.
“kau mencariku?” Reika membatu di tempat mendengar suara itu.
“ternyata kau benar-benar bisa melihatku” ucap sang yourei.
Perasaan Reika campur aduk, “aku benar-benar ketahuan” batin Reika. Dia sudah berkeringat dingin karena ketakutan.
Reika berusaha melangkahkan kakinya, tapi si yourei bersurai merah menahannya.
“kau tidak bisa membohongiku, Aku tahu kau bisa melihatku”
Reika betul-betul mengutuk dirinya sendiri kali ini, “aku harus kabur” pikirnya.
Gadis itu melangkahkan kakinya, dia berlari dan pergi dari sang yourei.
Sang yourei tersenyum sinis “kau tidak akan bisa kabur dariku”.
Yourei bersurai merah cerah itu menghilang bersamaan dengan hembusan angin.
-skip time-
 “bagaimana ini, Aku benar-benar ketahuan. Oh kami-sama tolonglah hambamu ini” gerutu gadis itu di dalam kamarnya.
“aku tidak mungkin menceritakan hal ini kepada nenek, nanti dia akan marah”.
Gadis itu menguap lebar, tenaganya sudah habis untuk berpikir.
“daripada memikirkan itu, lebih baik Aku tidur” Reika meringkuk di kasurnya. Seharian tidak tidur membuatnya lelah.
“bruk....prang....”
Suara berisik membuatnya terbangun, Reika membuka matanya pelan dan menengok jam dinding yang menunjukkan pukul 11 malam.
Gadis itu memilih tidur lagi, tapi “jangan mengacuhkanku seperti itu” seru seseorang di sampingnya.
Reika terbelalak, “s-suara itu....” dia menengok ke sampingnya dan....
“selamat malam” ujar sang yourei bersurai merah dengan manik heterokrom merah-emas yang tersenyum manis kepadanya.
“UWAAAAAAAA”.
.
.
.
To Be Continued

Fanfiction : Watashi to Onii-chan to Senpai Chapter 5




Soraru

Aku ini sebenarnya kelewat bodoh atau apa sih. Setelah beberapa hari mencarinya di area sekolah dan akhirnya menemukannya, Aku malah menanyakan hal yang tidak bermutu seperti itu. Apa sekarang Aku sudah ketularan Sei yang suka memaksa dan mengintrogasi orang lain. Oh jangan sampai.
Aku benar-benar merutuki diriku sendiri. Mungkin Aku juga perlu mengutuk agar Sei benar-benar menjadi batu sekalian. Tega banget ya.
Gadis itu masih menatapku ketakutan. Sei, kau harus tanggung jawab.
“N-natsuki” ucapnya gugup.
“Natsuki Iori” jawabnya lagi.
Aku hanya diam, tentu saja Aku mengetahui nama itu. Tapi bukan itu yang Aku inginkan. Aku ingin dia menggunakan nama yang ‘lain’.
Ku pindahkan tangan kananku dari samping kepalanya, mungkin itu juga tadi membuat Iori tertekan.
“Bukan....”
“Ternyata kamu bukan orang yang ku cari” kalimat itu keluar begitu saja dari mulutku.
Mata Iori memancarkan bahwa dia tidak percaya dengan apa yang baru saja di dengarnya.
“Sora-nii”
Aku mundur beberapa langkah, “Onii-chan” panggilnya pelan dan mulai maju mendekatiku.
“Jangan mendekat” bentakku, Iori berhenti melangkah.
“Jangan mendekatiku” ucapku lagi.
Aku benar-benar frustasi saat ini. Sebenarnya Aku mengakuinya sebagai adik kandungku, tapi ‘nama’ itu. ‘nama’ itu yang membuatku tidak menyukainya. Aku ingin dia memanggil dirinya dengan ‘nama’ yang sama denganku.
Aku sangat ingin memeluknya, tapi ‘nama’ itu menjadi pemicunya. Kami berdua sekarang hanyalah seperti orang asing. Tidak mungkin Aku memeluk orang yang bukan merupakan keluarga ku.
“Ternyata benar....” APA?
“Onii-chan sudah lupa denganku” ucapnya sendu.
Bukan, bukan kalimat itu yang ku inginkan darinya.
“Aku selalu berharap ingin bertemu dengan Onii-chan lagi setelah perceraian itu, tapi Okaa-san melarangnya karena Otou-san tidak akan mengizinkanku menemuimu” ungkapnya.
“Kalau Aku memaksa ingin bertemu, Okaa-san hanya bisa terdiam tidak berdaya”.
Apa Otou-san setega itu sama anaknya sendiri?
“Aku sering menghubungi telpon rumah, tapi Yoshimura-san selalu bilang Sora-nii tidak ada dirumah”.
Setelah perceraian Okaa-san dan Otou-san, Aku selalu ada di rumah, tepatnya mengurung diri dikamar.
“T-tapi pernah Otou-san yang menerima telponku, dan dia sangat marah padaku. Sejak saat itu, Aku tidak pernah bisa lagi menghubungi telpon rumah lagi”.
Ternyata karena itu Yoshimura-san mencabut kabel telpon dan menggantinya dengan telpon yang baru.
Iori mengusap air matanya yang mulai menetes. “setelah sekian lama, Aku benar-benar bertemu dengan Onii-chan lagi”.
Dia tersenyum kearahku “Aku benar-benar merasa senang, tapi Aku mengurungkan niatku untuk menemuimu karena nanti Otou-san akan marah-marah lagi”.
Aku mulai geram, jangan sebut lagi nama orang tua yang membuat kedua anaknya menderita. “Ini tidak ada hubungannya dengan Otou-san” teriakku.
Iori tersentak kaget, “T-tapi....”
“Apa semua ini karena Otou-san? Apa semua kejadian ini karena Otou-san? Apa perpisahan itu karena Otou-san, heh?”
Kekesalanku tidak bisa terbendung lagi. Semuanya keluar seperti tertiup angin, semua kekesalanku keluar begitu saja.
Iori yang tidak bisa membendung air matanya akhirnya menangis juga “B-bukan, itu semua kesalahanku”.
“Ini bukan kesalahan Otou-san tapi kesalahanku”.
“ Semua ini salahku”
Aku ingat, Iori selalu menangis dan berkata pertengkaran orang tua kami karena dia.
“Aku tidak bisa melakukan apa-apa dan hanya bisa membuat Otou-san kecewa”.
Otou-san memang mendidik kami berdua dengan keras. Semua harus berjalan sesuai rencananya dan tidak boleh ada kesalahan sedikit pun. Tapi, Iori adalah anak yang lemah dan tidak bisa melakukan apa-apa sesuai keinginan Otou-san. Walaupun belajar setiap hari, Iori tidak bisa menguasai sesuatu, kecuali dalam hal akademik. Nilainya selalu memuaskan, tapi kalau nilai ekskul musik dia tidak bisa berbuat banyak.
Itu sebabnya Otou-san seperti tidak mengakui Iori sebagai anaknya. Menurutnya anak dari keluarga Natsume harus bisa segalanya dan perfect dalam segala aspek termasuk musik.
Dia bukanlah anggota keluarga Natsume” Aku selalu ingat Otou-san berkata seperti itu kalau Okaa-san membela Iori.
“Aku anak yang tidak berguna” isaknya.
“Dasar anak tidak berguna”.
Melihatnya menangis sekarang ini membawaku ke kenangan masa lalu, dulu Iori juga selalu menangis seperti ini setiap hari.
Aku maju mendekatinya, hatiku ingin sekali menghentikan tangisan itu. Tapi....
“I-iori” dia tidak menjawab.
Tangannya masih di tangkupkan di wajahnya, bahunya sedikit bergetar naik turun.
“Iori....”
Aku menggerakkan tangganku yang gemetar, apa hanya gara-gara sebuah ‘nama’ Aku bertingkah seperti ini. Oh, Kami-sama ada apa denganku, Aku merasa bersalah telah membuat adikku yang sangat berharga menangis.
“Onii-chan”
Dengan respont otak yang menggerakkan otot hanya beberapa milidetik, akhirnya Aku bisa melakukannya. Ku peluk erat tubuhnya dan meletakan kepalaku di pundaknya.
“Maaf ” hanya itu yang bisa terucap dari mulutku.
Mataku mulai terasa panas, mungkin air terjun itu akan tumpah sebentar lagi.
“Ku mohon jangan menangis lagi” isakku.
Dia mulai terasa tenang karena gerakan bahunya yang naik turun mulai tidak terasa lagi. Iori juga membiarkanku memeluknya sampai hatiku merasa tenang.
.
.
to be continue

Fanfiction : Watashi to Onii-chan to Senpai Chapter 4




Iori

Heh.... mungkin setiap hari Aku harus mendapati para siswi berteriak-teriak gila memanggil Ketua OSIS dan Wakilnya.
Seperti saat masuk gerbang....
“Kyaaaaaaaaaaaa.... Kaichou”.
Naik tangga...
“Shirogane-kun”.
Masuk kelas...
“Fuko-Kaichou”.
Istirahat...
“Natsume-kun”.
Makan siang...
“Kyaaaaaaa.....”.
“Natsume-Senpai”.
“Shirogane-kun”.
Ya ampun, bisa-bisa setelah lulus Aku gila lantaran strees mendengarkan teriakan itu setiap hari. Mungkin Aku harus mencari tempat yang tenang dan damai untuk membaca. Rasanya perpustakaan adalah tempat yang cocok.
Tapi, saat masuk kesana...
“Kyaaaaaaaaaaaa....Kaichou”
“Shirogane-kun”
“Natsume-Senpai”
Aku hanya bisa sweatdrop, ternyata tidak ada bedanya antara perpustakaan yang di cap tempat paling tenang dan damai dengan ruang kelas yang ribut kalau seperti ini. Bahkan penjaga perpustakaan juga ikut-ikutan menengok ke luar jendela, bukannya menegur murid yang membuat keributan.
Aku memilih mundur dan mencari tempat lain yang lebih sedikit tenang. Sebenarnya Aku bisa membaca walaupun ada keributan, tapi kalau keributan yang terjadi setiap saat tanpa jeda kecuali pelajaran berlangsung itu sangat mengganggu dan tidak bisa membuatku fokus.
“Onii-chan ternyata sangat populer ya” pikirku.
Tapi melihat keadaannya kemarin, dia tampaknya sedang tidak baik. “Apa dia mengingatku ya kalau kami bertemu”.
Aku memilih untuk kembali ke kelas, mungkin disana akan lebih tenang. Ku buka buku kecilku dan kembali membacanya.
Karena ruang kelasku berada di lantai dua dan perpustakaan berada di lantai satu, jadinya Aku harus menaiki tangga. Selama ini saat menaiki tangga, Aku tidak pernah menabrak orang apalagi terpeleset karena Aku hafal irama kaki seseorang. apakah dia berada di sebelah kanan atau kiri, jauh atau dekat Aku mengetahuinya. bahkan Aku selalu menghitung anak tangga yang ku lalui.
Yost ini adalah anak tangga terakhir menuju lantai dua, tinggal belok kanan dan....
Bruk...
Ya ampun, ini pertama kalinya Aku menabrak orang. Tapi aneh, Aku tidak mendengar langkah kakinya.
Mungkin Aku menabrak seorang laki-laki, tidak mungkin Aku terjatuh kalau menabrak seorang perempuan.
“I-ittai” Aku memegang dahiku yang terasa sedikit sakit karena berbenturan dengannya. bersyukurlah setelah jatuh tadi tanganku tidak terpelesat yang akan membuatku terjatuh dari tangga.
Kami-sama, terima kasih karena kau masih sayang padaku.
“Kau baik-baik saja” tanyanya. Tuh kan benar dia itu laki-laki. Tidak melihatnya pun Aku sudah tahu dari suaranya.
“Aku bai-.....” mataku membulat sempurna saat tahu siapa yang ku tabrak. Hal itu juga sama dilakukannya.
“Onii-chan....” panggilku pelan.
Kami berdua terpaku cukup lama, mungkin dia masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.
“Umm...Sora ada apa?” tanya pemuda di belakangnya.
Tanpa ba bi bu dia menarik tanganku dan membawaku menjauh dari sana.


 “H-hoi Sora...” panggilan itu tidak ia hiraukan.
Aku hanya bisa diam di belakangnya. Mungkin dia mencari tempat yang sepi. Tapi dengan keadaan seperti ini orang-orang melihat ke arah kami seraya berbisik tidak percaya, termasuk para siswi yang sangat menggilai Sora-nii.
“K-kaichou menggandeng seorang siswi kelas 1”
“Natsume-kun?”
“Ya ampun, ini tidak pernah terjadikan”
“Mau apa dia”
Ada juga yang menatapku sinis.
Aku hanya bisa tertunduk, antara malu dan kesal campur aduk jadi satu. Aku kan bukan pacarnya, untuk apa di tatap seperti itu.
“Jangan dihiraukan” ucapnya. Aku melihat Sora-nii sekilas, matanya masih berfokus ke depan.
Sebenarnya Aku mau dibawa kemana?.
Sesampainya di lantai tiga, kami berjalan menuju ruangan paling ujung. Sebelum masuk Aku sempat membaca tempat apa itu.
“Ruang musik? Untuk apa disini” batinku.
Dia melepaskan ku dan mengunci pintu ruangan itu. Ok, sekarang Aku benar-benar merasa aneh dengannya.
Kami mulai membisu, tidak ada yang mau memulai. Mungkin Sora-nii merasa canggung. Ok, Aku paling tidak suka situasi seperti ini.
“O-onii....Hwaaaaaa”
Tiba-tiba Sora-nii menarikku dan mendorong punggungku ke pintu. Tangan kanannya di letakkan di sebelah kepalaku dan sempat menimbulkan bunyi ‘blam’. Tentu saja itu membuatku kaget dan langsung menatapnya tidak percaya.
“Apa dia tidak mengenaliku” pikirku.
Dia balik menatapku secara intens. Aku mulai ketakutan dibuatnya.
“Sebenarnya kamu ini siapa?”.
.
.
to be continue